Skip to main content

Hujan Akhir Tahun

   Kita pernah bercerita tentang apa yang ingin kita lakukan dahulu, kita berjanji akan bertemu kembali. Jika ada kesempatan dan waktu yang memungkinkan. Semenjak saat itu berlalu dua tahun ku hanya bisa melihat mu dari media sosial mu, yang sudah 6 bulan terakhir tak pernah diperbharui lagi. Begitu juga dengan kontak WhatsApp mu yang tak pernah kuliha status mu lagi. Ku hanya bisa memikirkan tentang mu, ingin ku mengatakan ku rindu. Tapi aku bukan siapa-siapa dirimu, kita hanya pernah berjanji mungkin sebagai teman. 
   Aku selalu menanti pertemuan dengan mu, semenjak rasa rindu ini selalu menghantui ku, ingin ku ungakapakan semua perasaan ini dikala kita bertemu nanti. Ingin ku lihat lagi senyum mu, secara nyata dihadapan ku. Ingin ku dengar lagi semua curhatan mu tentang pacar mu, atau tentang mantan mu. Kadang ku berpikir betapa bodoh nya aku, mau menjadi pendengar yang baik untuk mu, tapi ku bahagia melihat kau bahagia.
   Hanya bisa bertanya kabar mu lewat sang rembulan. Kau pernah berkata jika kita melihat bulan di waktu yang bersamaan, meskipun jauh jarak terbentang kita akan dipertemukan lewat tatapan. He he kadang ku terlalu naif, tapi rindu ini terus bertambah semakin bertambah nya hari. Aku terlalu takut untuk bilang jika sebenarnya aku menyukai mu, menyayangi mu sedari kita masih sering bersama dahulu. Saat masa-masa putih biru yang katanya cinta monyet, berganti ke putih abu-abu dan aku berpikir kalau ini bukanlah cinta monyet lagi. Hingga saat aku telah menginjak pendidikan tinggi dan telah bekerja pun. Tapi kadang aku sedih kenapa kamu tidak peka dengan perasaan ini. Apakah aku harus selalu menjadi budak mu, ya aku mau, entahlah bahagia rasanya jika kamu memanfaatkan ku. Tapi sekarang kamu menghilang, apakah aku pernah salah, apakah kontak WhatsApp ku kamu blokir. Tapi aku terlalu takut untuk membuktikannya, aku takut jika benar kamu memblokir kontak ku, atau aku takut kamu tahu bahwa sebenarnya aku mencintai mu. Dan yang paling kutakutkan jika nanti kamu merasa tidak nyaman dan menjauhiku untuk selama-lamanya.
   Rutinitasku selalu aku lakukan dengan bayang-bayang rasa bersalah, aku coba mengingat apa salah yang pernah aku lakukan kepadamu. Tapi aku tidak bisa mengingat aku pernah menyakitimu atau melukai mu sampai kamu membenci ku. Sampai saat nya tiba, akhirnya aku tahu. Berhembus kabar burung dari teman-teman ku kalau kamu sebentar lagi akan menikah. Betapa kagetnya aku, aku tidak bisa menerima kenyatan, meski kadang akal sehat menyadarkan ku bahwasanya aku bukan siapa-siapa dirimu. Aku tidak tahu apa aku harus bahagia tau bersedih, karena semuanya memang salahku. Andai saja aku lebih berani untuk mengungkapan semua perasaan ku kepada mu dahulu, mungkin, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Berat rasanya ditinggal orang yang sangat aku cintai, bahkan jika memang kabar burung itu benar. kenapa, kenapa selama ini kamu tidak menghubungi ku, kamu tidak curthat tentang pacara baru mu kepada ku. Dan kamu, kamu, argghhh ingin meledak rasanya kepala ku.
   Ternya benar kabar burung itu, akhirnya media sosial mu update, yah aku melihat foto berlatar biru dan merah yang kamu bagikan. Betapa hancurnya perasaan ku, dan betapa beruntungnya laki-laki itu. Aku tidak tahu harus berbuat apa, kulihat foto undangan yang juga kamu bagikan, ya satu minggu lagi menuju resepsi, dan kamu benar-benar tidak mengabari ku. Aku hanya bisa menyukai postingan mu dan berharap kamu menghubungi ku, aku hanya ingin berbicara dengan mu untuk terakhir kali nya sebagai sahabat yang pernah dekat. Dan jika kita dapat berbicara walaupun melalui telepon pun aku mau. Dan aku berjanji dengan diriku, itu akan menjadi percakapan ku dengan perasaan ku yang sebenarnya kepada mu, untuk terakhir kalinya. Dan aku akan berjanji dengan diriku sendiri tidak akan pernah menghubungi mu lagi, agar aku tidak memiliki pemikiran merusak rumah tangga mu kelak 😢.
   31 Desember, akhirnya momen yang ku tunggu-tunggu. Ada satu panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak aku kenal. nomor itu memanggil untuk kedua kalinya. Halo, selamat malam roni, ini bener roni kan? Iya benar jawab ku, ini siapa? Tanya ku balik. Ini sinta jawabnya, seketika rasa sesak dan sakit di dada ku dan sulit untuk ku berucap. Iya sin, jawabku dengan nada sedih. Selamat ya atas pernikahannya. Iya ron terimakasih, dengan tawa kecil terdengar oleh ku. Kok kamu kayak nagis ron, aku lagi flu sin, musim hujan soalnya. Aku mulai mengendalikan nafas ku agar suara serak karena ingin menangis ini hilang. Ohhh cepet sembuh ya ron, nada ceria seperti biasanya yang aku dengar dari sinta. Tuhan sungguh rindu aku dengan momen ini, aku seperti flashback ke masa lalu, saat kami sering teleponan bahkan hanya menanyakan kabar. Oh iya ron datang ya di acara pernikahan aku. Aku berharap banget kamu dateng. Haduh gimana ya sin, aku disini masih sibuk bener, kamu sih diem-diem aku kan jadi gabisa kalau mau ambil waktu cuti jawab ku. Haduh kamu ini, gimana yaaaa, kurang rasanya kalau kamu ga hadir di pernikahan aku. Yah udah deh cepet sembuh ya, jangan kebanyakan makan buah-buahan asem, nanti tambah parah flu nya. Iya-iya, telpon pun di tutup.
   Aku pun bergegas ke kamar mandi, dan menenggelamkan kepala ku ke bak mandi sembari berterika. Dan kuhidupkan keran serta shower dan akupun menyirami tubuhku dan menangis sepuas-puasnya. Setelah perasaan ku mulai membaik. Aku berpikir untung saja aku tidak bisa cuti, jika saja aku berada disana aku pasti harus datang dan akan menanggung semua rasa sakit itu. Dan disini aku tidak tidak bisa menghadiri pernikahan mu karena terhalang oleh jarak dan waktu. Dan telpon dimalam dengan cuaca hujan ini, malam akhir tahun 31 Desember, yang sangat sesuai dengan perasaan ku. Semoga kamu berbahagia untuk selama-lamanya dengan lelaki pilihan mu, permintaan ku akhir tahun ini. Dan telepon di malam 31 Desember dengan hujan yang lebat ini adalah percakapan terakhir kami, tidak tahu sampai waktu kapan aku bisa memberanikan diri untuk bertemu dan berbicara dengan kamu dan suami mu hanya untuk bertamu sebagai sahabat mu dahulu 😥.

Comments